Gbr: Siswanto Rusdi, Direktur The National Maritime Institute (Namarin).
Maritim Indonesia – Perang Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung selama enam bulan berimbas buruk hampir ke berbagai sektor, khususnya di bidang perekonomian, salah satunya bisnis pelayaran, termasuk industri perlindungan atau asuransi kapal. Dalam hal ini, bukan nilai preminya yang semakin mahal, namun diketahui Kementerian Keuangan Inggris telah mengeluarkan kebijakan yaitu asuransi kapal tidak akan ditanggung lagi. Yang mana dalam direktifnya, lembaga tersebut menyatakan bahwa mereka akan melarang perusahaan asuransi Inggris meng-cover kapal-kapal pengangkut minyak Rusia terhitung mulai tanggal 5 Desember 2022. Demikian diberitakan oleh portal kemaritiman internasional Splash 247.
Menanggapi hal tersebut, Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi menyatakan kebijakan tersebut tak perlu dicemaskan, mengingat hanya berlaku untuk kapal tanker.
“Kebijakan ini hanya berlaku untuk kapal-kapal tanker yang mengangkut minyak Rusia,” kata Siswanto Rusdi, kepada redaksi maritimindonesia.co, melalui pesan whatsapp, Kamis (17/11).
Sebelumnya, lanjutnya, ketika perang di antara kedua negara baru berjalan beberapa pekan, dunia pelayaran sudah diramaikan oleh naiknya premi asuransi bagi kapal-kapal yang melayari Laut Hitam.
“Sekitar Maret 2022, nilainya fantastis, di kisaran US$300.000,” jelasnya.
Lebih jauh dijelaskan, pelarangan itu ditujukan kepada kapal-kapal berkebangsaan atau berbendera Uni Eropa. Dan untuk tahap awal, aturan ini hanya diberlakukan terhadap kapal tanker pengangkut minyak mentah (crude oil) yang port of origin atau pelabuhan muatnya ada di Rusia. Tetapi, pelarangan tidak berlaku jika negara itu menjual minyaknya di bawah harga yang ditetapkan oleh negara anggota G7. Saat ini besarannya tengah dibahas dan diperkirakan berkisar antara US$63-US$64 per barel. Sebagai sekutu, AS akan bergabung dengan upaya Inggris tersebut.
Diketahui Pada 5 Februari 2023, pelarangan akan diperluas terhadap tanker pengangkut BBM. Bila nanti jadi diterapkan pada 5 Desember, koalisi Inggris (termasuk Uni Eropa) dan AS dalam bidang perasuransian ini akan mencakup lebih dari 90% pemain dunia.
“Sekadar catatan. Dalam bisnis asuransi pelayaran, setidaknya ada dua skema perlindungan, yaitu asuransi dan protection and indemnity (P&I). Yang pertama mengurusi perlindungan yang bersifat lebih terkuantifikasi seperti lambung dan permesinan kapal atau hull and machinery dan asuransi barang yang diangkut kapal termasuk war risk,” urainya.
“Sementara yang kedua biasanya menanggung risiko yang melibatkan kerugian pihak ketiga (non-navigational peril). Misalnya, kerusakan dermaga akibat olah gerak kapal, kerusakan lingkungan maritim akibat pencemaran yang dilakukan oleh kapal dan lain sebagainya. P&I bukanlah asuransi dan berbeda dengan asuransi. Pada asuransi, dana yang dibayarkan oleh klien kepada perusahaan asuransi diistilahkan dengan premi. Sementara pada P&I ini disebut dengan call,” tambahnya.
Dijelaskan juga, perusahaan asuransi didirikan dan bertanggung jawab hanya kepada pemegang sahamnya, lanjutnya, sedangkan P&I dibentuk dan bertanggung jawab kepada anggotanya. Maksudnya, dana yang dikumpulkan dari anggota akan dibayarkan kembali kepada mereka manakala terjadi insiden (mirip dengan arisan). Jika uang pertanggungan yang akan dibayarkan kepada anggota P&I yang terkena insiden tidak cukup, semua anggota akan diminta menambah kontribusi mereka.
“Prospek harga minyak Rusia yang “dipaksa” dijual dengan harga diskon (harga minyak dunia saat ini bertengger pada US$93 lebih per barel) jelas menarik bagi pembeli. Pelanggan utama minyak Negeri Beruang Putih saat ini terdiri dari Cina, India dan Turki akan senang jika kemungkinan mendapatkan minyak dengan harga diskon,” ungkapnya.
Menurutnya, negara lain tentu juga akan senang, termasuk Indonesia yang sejauh ini lebih banyak membeli minyak dari produsen di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Iran dan lainnya.
“Apakah Indonesia membeli minyak Rusia setelah ia didiskon? Kita lihat saja nanti. Isu minyak Rusia dengan segala pernak-perniknya, dalam hal ini pemaksaan harga jual (oil price cap) bisa jadi merupakan salah satu alasan mengapa Presiden Vladimir Putin tidak bisa bergabung di perhelatan KTT G20 di Bali. Nampaknya Sang Presiden menganggap langkah Barat itu merupakan dukungan lanjutan terhadap Ukraina dengan harapan ia akan menghentikan perang dan menarik mundur pasukan Rusia dari sana,” paparnya.
Siswanto mengatakan, sebelumnya barat sudah menyetop impor batu bara dan komoditas energi lainnya dari Rusia sebagai upaya untuk menekan Putin agar mengakhiri perseteruan dengan Ukraina.
Tetapi kebijakan penghentian impor batu bara dan gas yang dijalankan oleh Barat ternyata tidak berhasil. Malah mereka kini terjebak dalam krisis energi dan makanan. Di sisi lain, musim dingin (winter) sudah mulai. Cuaca dingin membeku, perut kosong. Sebuah kombinasi yang mematikan. Sampai derajat tertentu, Indonesia pun ikut mengalami guncangan krisis pangan. Namun demikian, saat ini Barat tetap akan mencoba menekan Rusia dengan mencabut perlindungan atas tanker-tanker yang mengapalkan minyaknya.
“Apakah langkah tersebut efektif? Berkaca ke berbagai krisis minyak atau yang terkait dengan minyak yang pernah terjadi sepanjang lintasan sejarah, pembatasan terhadap komoditas yang satu ini jarang yang efektif. Selalu saja ada pihak yang diuntungkan, bahkan mereka yang menjadi target pembatasan itu sendiri. Di atas kertas, dampak penghentian cover asuransi bagi kapal-kapal yang mengangkut minyak Rusia akan melumat perekonomian negeri itu,” jelasnya.
“Saya yakin, kedepan Rusia akan tetap survive dan menemukan jalan sendiri menghadapi ancaman tersebut. Minyak itu cair, ia akan mengalir di mana ada celah. Ia tidak bisa dibendung. Kalaupun dibendung pada akhirnya ia akan meluap ke mana-mana juga,” pungkas Siswanto Rusdi. (idj)