Maritim Indonesia – Walau terdapat perbedaan menyangkut penentuan hitungan bonus jasa produksi (Jaspro) tahun 2022, Manajemen Terminal Peti Kemas Koja (TPK Koja) mengedepankan dialog untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Silang pendapat terjadi karena Manajemen beranggapan Perjanjian Bersama yang dibuat tahun 2020 masih berlaku dan tak terpisahkan dari Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Sementara itu, Serikat Pekerja (SP) menganggap Perjanjian Bersama (PB) sudah tidak berlaku lagi karena klausul dalam perjanjian tersebut hanya untuk Jaspro tahun 2020 dan tahun 2021. Di sisi lain, manajemen TPK Koja menjelaskan bahwa Perjanjian Bersama (PB) yang merupakan satu kesatuan dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) itu dibuat semata-mata karena diterapkannya PSAK 73 terhitung tahun 2020, bukan karena hal lain.
Demikian dikatakan General Manajer KSO TPK Koja Indra Hidayat Sani dalam penjelasannya melalui keterangan tertulis, yang diterima redaksi maritimindonesia.co, Selasa (2/5).
Dalam keterangan tersebut juga dikatakan, pihak manajemen TPK Koja sudah membayarkan bonus atau jasa produksi 2022 yang menjadi hak pekerja. Hal ini mengacu pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tahun 2020-2022 dan Perjanjian Bersama (PB) yang telah disepakati bersama antara Serikat Pekerja (SP) KSO TPK Koja dengan Manajemen di tahun 2020.
Berdasarkan PB tahun 2020, perhitungan besaran bonus jaspro mengikuti ketentuan sebelum penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 (sewa) yang mulai berlaku pada tahun 2020. Karena itu, PB ini satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dengan PKB periode tahun 2020-2022 tentang definisi pelaksanaan Pasal 53 ayat (4) PKB terkait pembayaran jasa produksi tahun 2020 dan 2021.
“Permintaan SP Koja terkait dengan besaran jaspro tahun 2022 yang mereka tuntut itu tidak sesuai dengan laba operasional riil KSO TPK Koja, karena hal ini sematamata adanya akibat dari dampak penerapan PSAK 73 (sewa),” kata Indra.
Maka dari itu, lanjutnya, perhitungan jaspro tahun 2022 tetap menggunakan mekanisme perhitungan seperti sebelum penerapan PSAK 73, seperti layaknya pada perhitungan jaspro tahun 2020 dan 2021 yang telah diterima semua pekerja KSO TPK Koja.
Lebih jauh dijelaskan, persoalan jaspro muncul ketika PSAK 73 (sewa) mulai diterapkan pada laporan keuangan KSO TPK Koja sejak tahun 2020, khususnya terkait pencatatan sewa. Sesuai PSAK 73 tersebut, perusahaan harus mengakui atau mencatatkan biaya sewa menjadi dua (2) tempat beban biaya yang terpisah, yaitu di beban usaha sebagai biaya penyusutan dan beban di luar usaha sebagai beban bunga.
Dikatakan juga, akibat penerapan ketentuan PSAK 73 ini, keuntungan operasional meningkat sangat tajam. Namun kenaikan itu sama sekali tidak mencerminkan adanya peningkatan kinerja dan kondisi riil keuntungan operasional perusahaan. Keuntungan bersih KSO TPK Koja justru mengalami penurunan yang sangat signifikan.
“Sejak tahun 2015 hingga saat ini Kinerja KSO TPK Koja tidak mengalami perubahan yang berarti. Malah, pada tahun 2022 KSO TPK Koja tidak memenuhi target kinerja yang ditetapkan. Oleh karena itu jika jaspro dihitung sesuai permintaan SP Koja, maka KSO TPK Koja dirugikan, karena kinerja perusahaan tidak berubah, hanya
semata-mata karena standar akuntansinya saja yang berubah,” imbuh Indra.
Manajemen TPK Koja beranggapan dengan penerapan PSAK 73 tersebut perhitungan keuntungan operasional perusahaan harus tetap memperhitungkan biaya sewa triwulanan serta jumlah biaya sewa fasilitas join in gate. Dengan demikian, mekanisme perhitungannya sama dengan sebelum diberlakukannya penerapan PSAK 73. Manajemen beranggapan mekanisme dalam Perjanjian Bersama tahun 2020 itu memberikan keadilan bagi semua pihak, baik pekerja maupun manajemen.
Indra Hidayat Sani menilai sikap SP TPK Koja yang hanya mendasarkan perhitungan bonus Jaspro tahun kerja 2022 pada PKB 2020-2022 tidak konsisten. Selain kesepakatan yang tercantum dalam Perjanjian Bersama 2020 sudah berjalan untuk tahun kerja 2020 dan 2021, kinerja perusahaan pun juga sedang menurun.
“Makanya kami heran jika untuk tahun 2022, SP memaksa manajemen untuk menuntut besaran bonus Jaspro hanya berdasarkan PKB. Sementara dasar terbitnya Perjanjian Bersama tahun 2020 yaitu penerapan PSAK 73 hingga saat ini masih tetap diberlakukan dalam laporan keuangan perusahaan,” tutur Indra.
Untuk mencari titik temu terkait perhitungan bonus Jaspro tahun kerja 2022, manajemen KSO TPK Koja telah mengirimkan 4 kali surat permintaan perundingan kepada pihak SP Koja, yakni pada 14 Desember dan 26 Desember 2022, 18 Januari 2023 dan 8 Februari 2023.
Surat tersebut berkaitan permintaan pembahasan kembali PKB dan Perjanjian Bersama untuk menentukan rumus perhitungan bonus Jaspro 2022. Itu sebabnya manajemen KSO TPK Koja berinisiatif melibatkan Suku Dinas Tenaga Kerja, Tansmigrasi dan Energi Jakarta Utara untuk memediasi antara manajemen dengan pihak SP TPK Koja.
“Saat ini manajemen KSO TPK Koja tetap berfokus untuk melindungi dan memastikan keberlangsungan bisnis perusahaan dalam jangka panjang dengan tetap memberikan hak-hak pekerja sesuai ketentuan yang adil,” pungkasnya.
(ire djafar)